Sabtu, 19 Juni 2010

Brawijaya V (Bhre Krtabhumi)




Brawijaya V (Bhre Krtabhumi)

Brawijaya V, sering disebut dengan Brawijaya pamungkas, merupakan raja terakhir kerajaan Majapahit. Nama Brawijaya hanya dikenal dalam sumber–sumber tradisi seperti Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan Serat Darmogandul. Brawijaya V memerintah 1468–1478, berakhir dengan diserbunya kerajaan Majapahit oleh Raden Patah dari Demak. Runtuhnya kerajaan Majapahit ini ditandai dengan candra sengkala: “Sirna Ilang Kertaning Bumi” (Telah hilang kejayaan negara). Serat Darmogandul menceritakan akibat serangan itu Brawijaya V terpaksa melarikan diri ke Sengguruh (Tumapel, Singasari, sekarang daerah Malang). Dari Sengguruh, melarikan diri, rencananya ke Bali, namun sesampai di Blambangan (Banyuwangi) pelarian tersebut dapat disusul oleh sunan Kalijaga. Di sini Brawijaya V bersedia untuk masuk Islam setelah berdebat panjang dengan Sunan Kalijaga. Serat Darmogandul meriwayatkan bahwa Sunan Kalijaga dapat membujuk Brawijaya V untuk kembali ke Majapahit, namun dalam persinggahannya di Ampeldenta (Surabaya) beliau meninggal. Raja terakhir Majapahit ini berpesan agar di makamkan di istana Majapahit (Trowulan) di sebelah utara laut buatan (segaran). Cerita legenda menyebutkan bahwa Brawijaya V lari ke Gunung Lawu, meninggal (moksa) di sana setelah diislamkan oleh Sunan Kalijaga. Setelah masuk Islam Brawijaya V terkenal dengan nama Sunan Lawu.
Penelitian sejarah menyebutkan bahwa raja yang memerintah Majapahit dalam periode 1468–1478 adalah Bhre Krtabhumi. Pendapat bahwa kerajaan Majapahit berakhir pada 1478 akibat serbuan dari Demak di dukung oleh Thomas Stanford Raffles (1817) dalam bukunya “The History of Java” dan Prof. Dr. Slamet Muljana dalam bukunya: “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara–Negara Islam di Nusantara”. Prof. Dr. N.J Krom (1913; Het jaar van den val van Majapahit) dapat menyetujui tahun runtuhnya kerajaan Majapahit, namun beliau tidak sepakat tentang sebab–sebab keruntuhannya. Menurut Prof. Dr. N.J Krom, Majapahit runtuh oleh serangan sebuah kerajaan Hindu dari Kediri yaitu dari dinasti Girindrawardhana yang kemudian meneruskan pemerintahan sampai beberapa lama. Hasan Djafar (2009) dalam bukunya: “Masa Akhir Majapahit” menyebutkan bahwa saat keruntuhan Majapahit pada tahun 1478 harus ditafsirkan sebagai peristiwa perebutan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh Girindrawardana Dyah Ranawijaya Bhattara i Klin terhadap Bhre Krtabhumi. Pergeseran politik dan dengan demikian peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak baru terjadi pada tahun 1519, saat Demak diperintah oleh Pati Unus. Pendapat lain mengatakan bahwa serangan Demak (pada zaman Raden Patah) ke Majapahit bukan terhadap Bhre Krtabhumi tetapi terhadap Girindrawardana, sebagai balasan oleh karena Raden Patah adalah anak dari Bhre Krtabhumi.
Serat Darmogandul mewartakan bahwa sebelum wafat, Brawijaya V berpesan kepada putranya Bondan Kejawan (Ki Agung Tarub II) dan menulis surat kepada menantunya Ki Ageng Handayaningrat di Pengging serta anaknya yang lain Adipati Ponorogo untuk tidak menuntut balas kepada Raden Patah. Pertimbangan yang dikemukakan adalah agar tidak terjadi peperangan yang merugikan para prajurit dan rakyat Nusantara. Kepada Sunan Kalijaga Brawijaya V berpesan agar mengasuh anak cucunya, oleh karena kelak yang menjadi raja di Tanah Jawa adalah tetap anak keturunannya.
Bhre Krtabhumi adalah anak dari Rajasawardhana (Bhre Pamotan, Keling, Kahuripan) yang memerintah Majapahit 1451–1453. Silsilah Bhre Krtabhumi dapat dilihat dalam lampiran terlampir.


Sumber:
- Djafar, Hasan; Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahahnya; Komunitas Bambu; 2009.
- Huda, Nurul; Tokoh Antagonis Darmogandul, Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung Kekuasaan Majapahit; Pura Pustaka; 2005.
- http://wwww.pasarjava.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar